Sunday, October 23, 2011

Meratapi Dampak Ekonomi Merapi

Merapi seperti ingin menghabiskan beban di perutnya. Hujan abu vulkanik dan wedus gembel (awan panas) pun menyebar ke seluruh penjuru angin. Semua lalu luluh lantak. Tak ada lagi dedaunan hijau, tak ada canda-tawa dan denyut kehidupan di sekitar Merapi, yang ada hanya lautan abu vulkanik berwarna abu-abu.
Lahan pertanian di sekitar lereng Merapi hancur lebur, wisata Yogyakarta pun terseok-seok hingga terjatuh. Napas ekonomi Yogyakarta seperti terhenti sejenak dan kemudian tersengal-sengal. Ya, Merapi masih bagian yang tak terpisahkan dari napas ekonomi kota budaya ini.
Merapi telah merenggut ratusan jiwa dan ribuan lainnya harus rela menjadi pengungsi. Merapi telah menghancurkan ribuan pohon salak di radius 10 km yang terkena awan panas, menggagalkan petani cabai untuk menikmati hasil panennya, menyurutkan keceriaan petani jagung yang lahannya tertutup abu vulkanik, membuat petani harus telaten membersihkan abu vulkanik yang melekat di gabah. Hewan ternak bergelimpangan meregang nyawa. Dan pohon kelapa mati menanggung berat abu vulkanik.Hanya penambang pasir yang bersyukur mendapat limpahan pasir dari pucuk merapi.
Merapi kini sedikit demi sedikit mulai terlihat ramah. Semoga Merapi benar-benar tak akan memuntahkan lagi beban di perutnya. Semoga kita pun bisa memahami Merapi dengan kearifan yang kita miliki.


0 comments:

Post a Comment